Klasifakasi
Bakteri
Umumnya berbentuk
1-sel atau sel tunggal atau uniseluler, tidak mempunyai klorofil berkembangbiak
dengan pembelahan sel atau biner. Karena tidak mempunyai klorofil, bakteri
hidup sebagai jasad yang saprofitik ataupun sebagai jasad yang parasitik.
Tempat hidupnya tersebar di mana-mana, sejak di udara, di dalam tanah, didalam
air, pada bahan-bahan, pada tanaman ataupun pada tubuh manusia atau hewan.
Kriteria untuk
Klasifikasi Bakteri
Kriteria sesuai
untuk tujuan klasifikasi bakteri termasuk sifat-sifatnya telah diterangkan
dalam bab terdahulu, informasi yang penting dapat diketahui secara mikroskopis
dengan melihat lapisan sel dan ada atau tidaknya struktur khusus misalnya spora
atau flagella. Prosedur pewarnaan seperti pewarnaan gram dapat memberikan
perkiraan bakteri memiliki kekerabatan yang dekat. Hal ini merupakan petunjuk
awal bahwa keragaman kimiawi DNA dari organisme yang berbeda dapat menjadi
indikasi adanya kekerabata genetik. Studi fisik membuktian bahwa kekerabatan
DNA dari organisme yang sama dapat dikenal dengan tingkat kemampuan kromosom
DNA untuk dikawin silangkan.
Tabel . Tingkat
Taksonomi
Penyusunan urutan
DNA telah menjadi prosedur rutin di laboratorium dan perbandingan susunan DNA
diantara beragam gen dapat menggambarkan hubungan mereka perbedaan susunan DNA
diantara gen-gen yang tersebar secara cepat dapat digunakan untuk menentukan
jarak genetik dari gen-gen yang berhubungan dekat, dan perbedaan susunan di
antara gen-gen yang tersebar secara lambat dapat digunakan untuk mengukur
hubungan dalam kelompok bakteri yang hubungannya jauh.
Ribosom memiliki
pesan penting dalam sintesa protein. Gen penanda RNA ribosom dan protein
ribosom telah diturunkan melalui evolusi dan telah disebarkan lebih lambat
daripada gen kromosom lainnya. Perbandingan susunan dari 165S RNA ribosom dari
berbagai sumber biologis menunjukkan adanya hubungan evolusi diantara organisme
yang sangat beragam dan menunjukkan adanya kingdom baru, yaitu Arecbaebacteria.
Penemuan terbaru,
hibridisasi DNA dengan rangkaian oligonukleotida padat telah digunakan untuk
mengidentifikasi spesies.
Gambar Bentuk Sel
Tunggal Bakteri(1)coccus,(2)batang,(3)spiral.
Klasifikasi Virus
a.
Virus Bakterial
Bakterifage
(fage) adalah virus yang menginfeksi bakteri dan hanya dapat bereproduksi di
dalam sel bakteri. Kemudahan relatif dalam penangannya dan kesederhanaan
infeksi fage bakteri membuatnya menjadi suatu sistem model bagi penelaahan
patogenesitas virus maupun banyak masalah dasar di dalam biologi, termasuk
biologi seluler dan molekular serta imunologi
Fage pada
hakekatnya terdiri dari sebuah inti asam nukleat yang terkemas di dalam
selubung protein pelindung. Reproduksi virus bakterial yang virulen mencakup
urutan umum sebagai berikut : adsorbsi partikel fage, penetrasi asam nukleat,
replikasi asam nukleat virus, perakitan partikel-partikel fage baru, dan
pembebasan partikel-partikel fage ini di dalam suatu ledakan bersamaan dengan
terjadinya lisis sel inang, fage-fage virulen telah digunakan untuk mendeteksi
dan mengidentifikasi bakteri patogenik.
b.
Virus Hewan dan Tumbuhan
Virus hewan dan
virus tumbuhan adalah parasit intraseluler obligat yang sangat kecil. Setiap
virus mempunyai sebuah inti pusat asam nukleat dikelilingi oleh kapsid. Secara
morfologis, virus hewan dan virus tumbuhan dapat ikosashedral, halikal
bersampul atau kompleks.
Proses replikasi
virus dimulai dengan melekatnya virion pada sel inang. Peristiwa ini disusul
dengan penetrasi dan pelepasan selubung, biosintesis komponen-omponen virus dan
perakitan serta pematangan virion. Proses ini diakhiri dengan pembebasan virus
dari sel inang.
Sistem yang
secara paling luas digunakan untuk klasifikasi virus terlihat pada sistem ini,
yang diperkenalkan oleh A. Loff dan kawan-kawan dalam tahun 1962, virus
dikelompokkan menurut sifat virionnya yaitu semacam asam nukleat, bentuk
susunan kapsid, ada tidaknya selubung dan ukuran kapsid. Pembagian lebih lanjut
didasarkan atas sifat-sifat lain virion itu, seperti sejumlah untaian asam
nukleat (satu atau dua, sifat pertumbuhan virus, seperti sejumlah untaian asam
nukleat (satu atau dua, sifat pertumbuhan virus, seperti kedudukan tempat
sintesis virus di dalam sel dan hubungan timbal balik antara inang dan virus,
seperti digambarkan oleh kisaran inang. Sistem ini dimaksudkan untuk
menggambarkan klasifikasi alami atau filogenik, berarti sistem ini bukannya
mencoba menggambarkan hubungan evolisoner atara virus-virus. Hubungan yang sama
sekali tidak jelas melainkan sistem ini menggolongkan virus berdasarkan susunan
biasa sifat-sifat kimiawi dan strukturnya yang merupakan sifat tetap yang dapat
ditentukan dengan cermat.
Klasifikasi Jamur
Bentuknya sel
tunggal (misal pada ragi), kemudian serat atau filamen (paling banyak di
dapatkan), sampai dengan telah membentuk tubuh lengkap yang dinamakan
tubuh-buah (misalkan pada jamur merang. Mushrooms, dan sabagiannya). Seperti
bakteria, Jasad ini tidak mempunyai klorofil, karena dia hidup secara saprofik
ataupun parasitik
Klasifikasi
Alga-Hijau
Bentuknya sama
seperti BGA, walaupun ada beberapa yang sudah mempunyai tubuh lengkap dengan
bagian-bagian yang dinamakan akar batang dan daun walau semuanya bersifat semu
(Chara dan Nitella).
Didapatkan
dimana-mana, terutama pada tanah yang lembab, pada air, menempel pada tanaman
ataupun bersifat endofitik (hidup di dalam jaringan jasad lain). Misal pada
Hydra, atau menempel pada tubuh jasad lain (kulit kura-kura) sehingga
kelihatannya hewan tersebut mempunyai klorofil karena berawarna hijau. Ada
beberapa yang hidup secara simbiosis dengan jamur membentuk jasad baru yang
disebut lichenes (lumut kerak).
Klasifikasi
Alga-Biru Hijau
Berbentuk sel
tunggal atau filamen (serat) yang disekelilingnya diselimuti oleh seludang yang
terdiri dari lendir (polisakharida), atau berbentuk koloni sederhana.
Termasuk kedalam
kelompok jasad yang fotosintetik karena mempunyai klorofil, disamping pigmen
lainnya seperti fikobilin (biru), fukosantin (coklat) dan fukoeritrin (merah)
hidup didalam air, di dalam tanah yang lembab atau bersimbiosis dengan jasad
lain, sejak paku-pakuan (Azolla) didalam rongga udara daunnya, atau dengan
tanaman tinggi (Cassuarina) dengan membentuk akar karang
MORFOLOGI BAKTERI
Posted July 22nd, 2008 by hendra_eka_puspita
DasarTeori
Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular, termasuk klas Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan
pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali beberapa yang
bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik,
saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas
di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam lumpur,
dan di laut. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung. Bentuk
bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu.
Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentukyang disebabkan faktor
makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain
itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur
walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri
berukuran 0,5-10 µm. Bakteri diklasifikasikan berdasarkan deskripsi sifat
morfologi dan fisiologi. Bakteri dibagi menjadi 1 kelompok (grup), dengan
Cyanobacteria pada grup 20. Pembagian ini berdasarkan bentuk, sifat gram,
kebutuhan oksigen, dan apabila tidak dapat dibedakan menurut ketiganya maka
dimasukkan ke dalam kelompok khusus.
Struktur Sel Bakteri
Pada umumnya, para ahli menggolongkan struktur bakteri menjadi dinding luar,
sitoplasma, dan bahan inti.
Struktur luar.
Bakteri memiliki flagel atau bulu cambuk, pili atau fimbriae, kapsula atau
lapisan lendir, dinding sel dimana ada yang struktur dinding sel bakteri Gram
Negatif yaitu merupakan struktur yang berlapis, sedangkan bakteri Gram Positif
mempunyai satu lapis yang tebal.
Susunan dalam sel bakteri.
Dalam sel baktri terdapat membran sitoplasma, protoplasma, inti,
organel-organel lain yang memiliki peran masing-masing.
Spora bakteri.
Istilah spora biasanya dipakai untuk menyebut alat perkembangbiakan pada jamur,
ganggang, lumut, dan tumbuhan paku. Pada bakteri memiliki istilahyang lain,
yaitu bentuk bakteri yang sedang dalam usaha melindungi diri dari pengaruh yang
buruj dari luar. Spora pada bakteri lazimnya adalah endospora, karena spora
terbentuk di dalam inti. Bentuk spora bermacam-macam. Endospora adayang lebih
kecil dan ada juga yang lebih besar daripada diameter sel induknya. Sel yang
mengandung spora dinamakan sporangium (kotak spora). Biasanya 1 sporangium
berisi 1 spora, kadang kala berisi lebih dari 1 spora, ini disebabkan
pembelahan selyang terlambat.
Morfologi kelompok pada bakteri
Bila bakteri tumbuh di dalam medium yang tidak cair, maka terjadilah suatu
kelompok yang dinamakan koloni. Bentuk koloni berbeda-beda untuk setiap
spesies, dan bentuk itu merupakan ciri khas bagi suatu spesies tertentu.
Pengamatan bakteri dapat kita lakukan secara individual, satu persatu, maupun
secara kelompok dalam bentuk koloni, dan sifat-sifatnya dapat kita ketahui
melalui koloniyang tumbuh di medium permukaannya.
Sifat umum suatu koloni
Sifat khusus suatu koloni dalam medium padat
Sifat khusus suatu koloni dalam medium cair
Aspergillus fumigatus
Microskopic morphology
Hifa bersepta dan berhialin, serta umumnya fertil. Miselium bercabang.
Konidiofor berdinding halus dan tebal, bersepta, membengkak membawa sterigma
dimana tumbuhnya konidia, tidak berwarna, panjang dapat mencapai 300 µm, dan
berakhir dalam suatu gelembung yang berbentuk kubah yang berdiameter 20-30 µm.
Konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat, atau hitam, halus yang
kemudian dengan sempurna menjadi kasar, agak bulat dengan diameter 2-3.5 µm.
Deskripsi morfologi biakan (koloni)
Koloni berwarna putih menjadi biru kehijauan, hitam atau coklat pada biakan
yang sudah dewasa. Aspergillus fumigatus memiliki peranan yang merugikan,
spesies ini hidup di paru-paru yang dapat menyebabkan penyakit Aspergilosis
paru-paru pada hewan dan manusia.
Rhizopus oryzae
Microskopic morphology
Hifa bersepta dan berhialin. Tidak selalu bercabang. Mempunyai stolon dan
rhizoid yang berwarna gelap jika sudah tua. Sporangiospora tumbuh pada noda
dimana terbentuk juga rhizoid. Sporangium besar dan berwarna hitam, kolumela
agak bulat, tidak mempunyai sporangiola. Pertumbuhannya cepat, membentuk
miselium seperti kapas. Pertumbuhan seksual dengan membentuk zigospora.
Bersifat heterotalik dimana reproduksi seksual membutuhkan dua talus yang
berbeda.
Deskripsi morfologi biakan (koloni)
Pertumbuhan jamur cepat, berwarna putih memenuhi cawan; miselium aerial seperti
kapas dan berambut. Rhizopus sering disebut kapang roti karena sering tumbuh
dan menyebabkan kerusakan pada roti. Namun Rhizopus oryzae dapat dimanfaatkan
dalam pembuatan makanan tradisional seperti tempe dan oncom hitam.
Penicillium citrinum
Microskopic morphology
Hifa bersepta, miselium bercabang, biasanya berwarna. Konidiofor bersepta,
berasal dari hifa di bawah permukaan, bercabang. Kepala yang membawa spora
berbentuk seperti sapu, dengan sterigma yang muncul dalam satu kelompok.
Konidia membentuk rantai karena muncul satu per satu dari sterigma. Konidia
waktu masih muda berwarna hijau, kemudian berubah menjadi kebiru-biruan atau
kecoklatan.
Deskripsi morfologi biakan (koloni)
Biakan dewasa biasanya hijau atau biru kehijauan. Penicillium citrinum
merupakan kapang yang mengontaminasi bahan pangan yang akan menimbulkan gejala
keracunan bila sampai masuk kedalam tubuh bersama makanan.
Saccharomyces cerevisiae
Microskopic morphology
Sel memiliki ukuran yang bervariasi. Sel vegetatif yang berbentuk bulat.
Reproduksi dapat dengan pembelahan tunas, pembelahan sel, pertunasan sel, atau
dengan pembentukan spora aseksual yakni blastospora, khlamidospora, arthospora.
Saccharomyces bereproduksi dengan cara pertunasan, tempat melekatnya tunas pada
induk sel sedemikian kecilnya, sehingga seolah-olah tidak terbentuk septa,
karena septa yang terbentuk sangat kecil tidak dapat terlihat dengan mikroskop
biasa.
Mikroorganisme dalam kehidupan
Mikroorganisme
merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi, dkk, 2003).
Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan
aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan
energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki
fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai
kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang
tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula.
Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan
enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan
tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu yang
diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan
tersebut sudah ada.
Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tembat yang besar, mudah ditumbuhkan
dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relative cepat (Darkuni, 2001).
Oleh karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan
dalam kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan.
Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme
disadari tertutama karena kerugian yang ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan. Misalnya dalam bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi
banyak ditemukan mikroorganisme yang pathogen yang menyebabkan penyakit dengan
sifat-sifat kehidupannya yang khas. Walaupun di bidang lain mikroorganisme
tampil merugikan, tetapi perannya yang menguntungkan jauh lebih menonjol.
4.
BAKTERI SEBAGAI AGEN PENGHASIL ANTIBIOTIK
Antibiotik
umumnya adalah senyawa organik dengan berat molekul rendah yang
dikeluarkan
oleh mikroorganisrne. Pada kadar rendah, antibiotik dapat merusak
pertumbuhan
atau aktivitas metabolit mikroorganisme lain (Fravel 1988). Rose
(1979)
mengatakan bahwa pada tahun 1979 diperkirakan telah dikenal 3000 jenis
antibiotik
dengan penambahan 50-100 jenis antibiotik baru setiap tahunnya.
Hubungan
antara akitivitas pengendalian hayati antibiotik secara in vivo dengan
aktifitas
secara in vitro. Keluaran antibiotik chetomin secara in vitro oleh
Chaetomium
globosum berkorelasi
positif dengan antagonisnya terhadap Venturia
inequalis
pada
bibit pohon apel (Cullen & Andrews 1984). Hal yang sama adalah
adanya
zon hambatan Agrobacterium radiobacter terhadap A. tumefaciens secara
in
vitro
dan kemampuannya sebagai agen pengendalian hayati di lapang pada tanaman
persik.
Satu penelitian yang dilakukan oleh Broadbent et al. (1971) telah rnenguji
secara
in vitro 3500 mikroorganisme sebagai agen antagonis, dari penelitian ini
diperkirakan
40% mikroorganisme menekan pertumbuhan satu atau lebih patogen
dan 4%
diantaranya berpotensi sebagai agen pengendalian hayati di tanah.
Broadbent
et al (1971) berkesimpulan bahwa organisme yang menekan
pertumbuhan
secara in vitro juga akan menekan pertumbuhan patogen di tanah,
mikroorganisme
yang tidak menekan pertumbuhan secara in vitro juga tidak
menekan
pertumbuhan dalam tanah. Namun perlu diketahui bahwa pengeluaran
antibiotik
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan nutrisi mikroorganisme.
Filtrasi
medium pembiakan bebas sel atau ekstrak dari filtrasi telah diuji
kemungkinan
peranannya sebagai antibiosis dalam pengendalian hayati. Filtrasi
bebas
sel T. flavus efektif terhadap mikrosklerotium V. dahliae pada
tanah steril
©
2003 Digitized by USU digital library 5
(Fravel
et al 1987). Filtrasi dari medium pertumbuhan mutan T. harzianum menekan
pertumbuhan
patogen busuk basah S. cepivorum (Papavizas et al. 1982). Manakala
filtrasi
steril dari kultur Bacillus subtilis diaplikasikan tiga kali seminggu
mengendalikan
penyakit karat pada tanaman kacang dilapangan nyata lebih baik
dari
fungisida mancozeb dengan aplikasi satu kali seminggu (Baker et al. 1985).
Baru-baru
ini satu penelitian tentang peranan antibiotik di dalam tanah menunjukkan
bahwa
kebanyakan hasil metabolit seperti antibiotik terikat pada tanah liat dan
bahan
organik tanah, atau terurai dengan cepat oleh mikroflora. Kebanyakan
antibiotik
tidak dapat terlepas dari tanah liat (Pinck et.al.1962).
Howell
dan Stipanovic (1979) telah mengidentifikasi antibiotik pyrrolnitrin (3-chloro-
4-[2
'-nitro-3 '-chloro-phenyl]-pyrrole) dari kultur P.
fluorescens. Pada penetiannya,
antibiotik
ini sangat efektif menekan pertumbuhan Rhizoctonia solani, patogen
penyebab
penyakit rebah kecambah pada anak tanaman kapas. Antibiotik ini juga
menekan
pertumbuhan jamur lain yang berinteraksi dengan penyakit rebah
kecambah
diantaranya Thielaviopsis basicola, Alternaria sp., Vertiicillium dahliae,
dan
beberapa
jenis Fusarium, bagaimanapun dikatakan bahwa antibiotik ini tidak
berpengaruh
terhadap Pythium ultimum. Selanjutnya Howell dan Stipanovic (1979)
mengatakan
bahwa perlakuan bakteri P. fluorescens pada tanah yang terkontaminasi
R.
solani telah
menambah ketahanan anak tanaman kapas terhadap patogen
tersebut
30-79 persen, sedangkan perlakuan antibiotik pyrrolnitrin menambah
ketahanan
13-70 persen. Ini berarti bakteri P. fluorescens berpotensi sebagai agen
pengendalian
hayati penyakit tumbuhan.
Howell
dan Stipanovic (1980) telah mengidentifikasi P. fluorecens strain Pf-5
yang
antagonis
terhadap Pythium ultimum. Dari kultur P. fluorescens Pf-5
diisolasi
antibiotik
pyolutcorin (4,5-dichloro-1 H-pyrrol-2-yl-2,6-dihydrokxy-phenyl ketone).
Antibiotik
ini menekan pertumbuhan P. ultimum tapi tidak berpengaruh terhadap R.
solani.
Perlakuan benih kapas langsung dengan kultur bakteri P. fluorerscens Pf-5
telah
menambah ketahanan benih terhadap serangan P.ultimum 28-71 persen,
sedangkan
perlakuan benih dengan antibiotik pyoluteorin meningkatkan ketahanan
benih
33-65 persen. Kedua percobaan di atas menunjukkan bahwa penggunaan
langsung
kultur bakteri P. fluorescen lebih efektif mengendalikan penyakit
dibandingkan
penggunaan antibiotiknya.
5.
BAKTERI SEBAGAI AGEN PENGHASIL SIDEROFOR
Siderofor
adalah senyawa organik selain antibiotik yang dapat berperan dalam
pengendalian
hayati penyakit tumbuhan. Siderofor diproduksi secara ekstrasel,
senyawa
dengan berat molekul rendah dengan affinitas yang sangat kuat terhadap
besi
(III). Kemampuan siderofor mengikat besi (III) merupakan pesaing terhadap
mikroorganisme
lain, banyak bukti-bukti yang menyatakan bahwa siderofor berperan
aktif
dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen (Fravel 1988).
Selain
peranannya sebagai agen pengangkutan besi (III), siderofor juga aktif sebagai
faktor
pertumbuhan, dan beberapa diantaranya berpotensi sebagai antibiotik
(Neilands
1981). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siderofor berpendarfluor
kuning-kehijauan
yang dihasilkan oleh pseudomonad pendarfluor disebut sebagai
pseudobactin
bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman (Neilands & Leong 1986;
Leong
1986). Pigmen pendarfluor hijau-kekuningan larut dalam air, dikeluarkan oleh
kebanyakan
spesies Pseudomonas. Diantara spesies yang banyak diteliti sehubungan
dengan
pigmen ini adalah P. airuginosa, P. ovalis, P. mildenbergil, P. reptilivora,
P.
geniculata,
P. calciprecipitans. Pengenalan terhadap pigmen ini tidak susah,
©
2003 Digitized by USU digital library 6
terutama
jika bakteri dikulturkan pada medium King's B (KB). Ciri-ciri sebagai
pengeluar
pigmen ini masih digunakan sebagai penanda taksonomi untuk identifikasi
bakteri
ini yang disebut sebagai bakteri Pseudomonas pendarfluor (Meyer et al.
1987).
Pseudobaktin
akan dihasilkan Pseudononas B 10 jika dikulturkan pada medium stress
besi.
Penelitian menunjukkan bahwa pseudobactin hijau-kekuningan efektif
menekan
pertumbuhan
E. carotovora, manakala pseudobactin merah-kecoklatan tidak
menekan
pertumbuhan E. carotovora. Menurut Kloepper et al. (1980) secara in
vitro,
pseudobactin
menekan
pertumbuhan karena pengikatan besi (III). Perlakuan
tumbuhan
umbi kentang dengan suspensi sel bekteri strain B 10 clan pseudoboktin
menunjukkan
pertambahan pertumbuhan yang berarti. Populasi jamur patogen parle
sekitar
akar juga menjadi berkurang karena perlakuan bakteri strain B 10 (2.3 unit
pembentukan
koloni (cfu) per 10 cm akar; atou berkurang 59 persen) dan dengan
pcrlakuan
pseudobaktin (1.4 cfu per 10 cm akar; atau berkurang 74 persen)
berbanding
perlakuan dengan air (5.5 cfu per 10 cm akar), sedangkan perlakuan
bakteri
mutan takberpendarfluor yang tidak menghasilkan siderofor tidak menekan
pertumbuhan
E. carotovora dan tidak pula menyebabkan pertambahan pertumbuhan
pada
umbi kentang walaupun bakteri mengkoloni akar tumbuhan (Kloepper et al.
1980).
Hasil di atas menunjukkan bahwa pseudomonad pendarfluor berperan dalam
mempercepat
pertumbuhan karena siderofor yang dihasilkannya efisien mengikat
besi
(III) pada zon akar, menyebabkan besi (III) tidak tersedia bagi mikroorganisme
rhizoplane
termasuk
mikroorganisme patogen tumbuhan (Leong 1986).
Menurut
Neilands dan Leong (1986) mungkin semua pseudomonad pendarfluor
dapat
menghasilkan siderofor sejenis pseudobaktin yang masing-masing berbeda
dalam
hal jumlah dan susunan asam amino dalam rantai peptide. Pseudomonad
pendarfluor
banyak diteliti sehubungan dengan kemampuan bakteri ini sebagai
perangsang
pertumbuhan (Plant Growth Promoting Rhizobacteria=PGPR) dan
menekan
serangan penyakit yang disebabkan Fusarium oxysporum dan penyakit
akar
yang disebabkan Gaeumannomyces graminis. Mekanisme kerja PGPR diketahui
sebagai
senyawa yang berfungsi sebagai pemasok zat makanan, bersifat antibiosis,
atau
sebagai hormon pertumbuhan, atau penggabungan dari berbagai cara tersebut.
Pseudomonad
pendarfluor yang diisolasi dari tanah yang secara alami menekan
pertumbuhan
Fusarium juga menekan pertumbuhan Gaeumannomyces graminis var.
tritici
penyebab
penyakit take-all (Wong & Baker 1984), penelitiannya membuktikan
bahwa
tidak hubungan antara hambatan antibiosis yang dihasilkan bakteri secara in
vitro
di atas agar dan hambatannya terhadap penyakit pada tanaman di dalam
polibag.
Menurut
Wong dan Baker (1984) hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme
pengendalian
patogen karena persaingan zat besi. Menurut Neilands dan Leong
(1986)
jamur-jamur patogen tidak menunjukkan kemampuan menghasilkan
siderofor
jenis yang sama dengan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas spp.
sehingga
jamur patogen mengalami defisit unsur besi menyebabkan pertumbuhan
patogen
menjadi terhambat.
6.
PENUTUP
Pertanian
modern sebagaimana yang telah disaksikan hari ini ternyata gagal dalam
memenuhi
harapannya sendiri terbukti dengan timbulnya berbagai kerusakan alam
yang
terjadi akibat budidaya pertanian hal ini tentu terasa sangat ironis karena
seharusnya
pertanian adalah satu-satunya usaha manusia yang paling akrab dengan
© 2003
Digitized by USU digital library 7
alam
justru telah mencemari alam tempatnya berpijak dengan menumpahkan
berbagai
bentuk bahan kimia sintetik berupa pupuk dan pestisida. Aktibat
penggunaan
pupuk dan pestidia secara berlebihan ini telah merusak keseimbangan
hayati
terbukti dengan munculnya resurjensi hama dan patogen dan meningkatnya
serangan
hama dan patogen sekunder dan menurunnya populasi serangga dan
mikroorganisme
antagonis yang berperan sebagai agensia pengendalian hayati.
Dengan
kesadaran baru dibidang pertanian yaitu dengan penerapan sistem
pengendalian
hama terpadu (PHI) dengan cara memaksimalkan penerapan berbagai
metode
pengendalian hama secara komprihensif dan mengurangi penggunaan
pestisida.
Salah
satu komponen PHI teresebut adalah pengendalian hayati dengan
memanfaatkan
bakteri antagonis. Berbagai penelitian tentang bakteri antagonis
terbukti
bahwa beberapa jenis bakteri potensial digunakan sebagai agensia hayati.
Bakteri-bakteri
antagonis ini diantaranya selain dapat menghasilkan antibiotik dan
siderofor
jugn bisa berperan sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi patogen
tanaman,
Pemanfaatan bakteri-bakteri antagonis ini dimasa depan akan menjadi
salah
satu pilihan bijak dalam usaha meningkatkan produksi pertanian sekaligus
menjaga
kelestarian hayati untuk menunjang budidaya pertanian berkelanjutan.